Ramadhan tidak hanya mendatangkan banyak rahmat, tapi juga pelajaran-pelajaran yang kadangkala kita tidak menyadarinya. Pun begitu dengan saya, akhir-akhir ini baru saya menyadari ada satu pelajaran berharga yang justru datang dari diri saya sendiri. Namun baru saya sadari beberapa waktu kemudian. Belajar itu dari ayunan sampai liang lahat. Belajar itu sampai ke negri Tiongkok. Belajar itu kapan saja dan di mana saja dan dari siapa saja. Belajar itu menerus. Tidak berhenti yang berarti mati.
Ramadhan tahun ini, dua kali saya diminta menjadi pemateri dalam hal jurnalistik. Pertama, mengisi upgrading di Infokom BEM ITS tentang teknik menulis. Kedua, sebagai pemateri cadangan karena yang ahli berhalangan semua, untuk sebuah pelatiahan jurnalistik dasar. Awalnya enggan rasanya untuk mengiyakan permintaan ini. Maklum, bahasa lisan saya buruk plus kemampuan berkomunikasi yang parah. Apa mau dikata, teman yang meminta, ditambah muka yang memelas, dan dengan alasan tidak ada yang lain. Jadi juga menjadi pemateri.
Keduanya bisa jadi menjadi pengalaman pertama untuk menyampaikan materi. Sebelumnya hanya tingkat internal saja. Internal keredaksian ITS Online ataupun pada saat masih menjadi peserta PPSDMS Regionla IV Surabaya (bedah buku). Mulai dari bahan dan slide presentasi saya coba susun sendiri. Belum pernah mendapatkan pelatihan jurnalistik ataupun teknik menulis secara formal. Saya ambil saja beberapa pengalaman beberapa tahun belakangan dalam hal menulis. Apa yang saya alami, itu yang disampaikan.
Ternyata dari kedua pengalaman mengisi materi tersebut, sebenarnya saya sedang belajar untuk menjadi lebih berani berbicara. Lebih berani berkomunikasi, lebih mau menyampaikan dan berbagi ilmu. Apa yang saya pelajari rupanya datang dari apa yang sedang saya ajarkan.
Pertama, saya menyampaikan bahwa tidak ada orang yang dilahirkan untuk menulis, orang harus menulis sekian kata untuk menghasilkan sesuatu yang layak diterbitkan (larry brown). Hal ini juga mengajarkan saya bahwa jika ingin menjadi terbiasa dan cakap dalam menyampaikan materi, saya harus banyak dan sesering mungkin menjadi pemateri.
Kedua, saya menyampaikan bahwa menulis itu bukan masalah gampang atau susah, tapi seberapa besar persiapan yang telah dilakukan sebelum menulis. Dari sini saya sadar, menyampaikan sebuah materi juga tidak gampang juga tidak susah, semua ditentukan dari kesiapan kita sebelum menyampaikan materi. Menguasaikah kita terhadap apa yang akan disampaikan? Cukupkah bahan yang akan kita sampaikan, bagaimana mengenal peserta, tema yang diminta, dan lain-lainnya.
Ketiga, saya meyampaikan bahwa tidak akan selesai jika kita tidak segera menuliskannya. Sama saja dengan tidak akan pernah saya menyampaikan sebuah materi dan berbicara di depan khalayak jika saya tidak segera memulainya.
Keempat, dari Pram saya menyampaikan bahwa dengan menulis kita menjadi tuan bagi diri kita sendiri. Dan ternyata menjadi pemateri terkadang kita seolah menjadi raja yang mengatur jalannya pelatihan.
Masih banyak sebenarnya pelajaran yang dapat saya pelajari dari semua hal yang justru saya ajarkan pada peserta pelatihan tersebut. Sejatinya, apa yang saya ajarkan tidak semerta-merta membuat mereka langsung jago menulis ataupun jurnalistik. Perlu waktu, perlu kontinuitas dalam menulis. Semakin banyak menulis semakin baik pula tulisannya dan semakin mudah saja melakukannya. Sejatinya pula, apa yang saya lakukan dengan menjadi pemateri sebanyak dua kali juga tidak semerta-merta membuat saya menjadi pemateri handal. Mungkin masih perlu ratusan pelatihan lagi. Setidaknya telah saya mulai dan InsyaAllah terus berlanjut.
Akhirnya benar apa yang dikatakan C Day Lewis bahwa menulis bukan untuk dipahami, tapi untuk memahami. Tak jauh berbeda dengan apa yang saya ajarkan ternyata untuk mengajarkan diri saya sendiri.
mana artikel barunya Pak redaktur????
Gyaya… naek pangkat…
@lutfiana
tunggu aja!
tau dari siapa naik pangkat?
Uada deh.. Namanya juga berita baek. gampang lah nyebarnya, Lupa sama profesi kita?? Jurnalis tak boleh ketinggalan berita..
Traktiran kapan???Jangan cuma lantai 6 aja yang dicipratin…
Ehmmmm…..
#lutfiana lagi
traktiran………..
anak lantai 6 aja gak kebagian
belum terima mentahan ini. ntar deh………
Wah, salah satu kebrengsekanmu itu….
masa keluarga sendiri aja gak kebagian??? Oh lantai6ers.. malang nian nasib kalian..
Ntar nya kapan?????
Nunggu lulus???
hayoo duluan siapa lulusnya???
Targetku 101 lo…
mau duluan apa bareng???