Akhirnya ku baca juga novel itu…..
Novel Laskar Pelanginya Andrea Hirata. Kubaca sebagai tuntutan untuk membadingkannya dengan film yang juga baru kutonton. Terpaksa? Yah sedikit. Memang awalnya enggan untuk membaca Laskar Pelangi (LP). Entah mengapa aku begitu berbeda dengan kebanyakan orang. Mereka begitu tergila-gila membaca LP, sedangkan aku tidak. Bagiku, bahasa tidak begitu nikmat untuk dinikmati. Penuh kata mendayu-dayu dan penjelasan yang bertubi-tubi. Bosan……..
Setelah melihat filmnya yang digarap Miles Production, lagi-lagi duet Riri Reza dengan Mira Lesmana, mau gak mau kubaca juga bukunya. Sama halnya dengan Ayat-ayat Cinta (AAC). Selain film, novelnya juga saya baca. Bedanya Novel AAC dulu yang kuselesaikan dan baru kemudia filmnya kutonton. Dan ternyata ketakutanku benar. Membaca LP sungguh sangat membosankan. Saya tidak tau apakah LP benar-benar kisah nyata yang memang itulah yang terjadi. Bagaimanapun juga, LP terlalu hiperbola untuk dibaca, kurang sreg dihati jadinya. Belum lagi berbagai paparan yang –sekali lagi menurut saya—terlalu berlebihan dalam menjelaskan sesuatu. Semuanya terasa kurang proporsional sehingga inti ceritanya tidak begitu mengena.
Membaca LP telah saya niatkan setelah menonton filmnya. Kecewa berat, enggan rasanya untuk memulai membuka Sang Pemimpi dan Edensor, meski orang bilang lebih bagus. Entah suatu saat nanti….
Lain novel lain pula filmya. Riri berhasil membuat sesuatu yang berbeda dari LP. Sungguh berkualitas. Wajar banyak orang menganggap film LP terbaik di Indonesia, bahkan Ikal sendiri mengakuinya. Film LP lebih proporsional, tidak berlibihan, enak ditonton, dan tentu saja berkualitas. Riri bisa menunjukkan bagaimana sebuah cerita, apalagi kisah nyata, disuguhkan dengan apik. Walau dalam bentuk yang berbeda, seolah Riri mengajarkan pada Ikal bagaimana menampilkan sebuah cerita. Salut buat Riri….
Sebelumnya saya juga membandingkan AAC antara film dan novelnya. Hanung bisa dibilang sukses mengangkat ceritanya Kang Abik ke layar lebar, meski ada beberapa kritik. Bagi saya, keselahan fil AAC terletak pada penyampaiannya. Hal ini bisa menyebabkan tujuannya jadi berbeda. Saya hargai mereka yang kecewa. Novel AAC memaparkan tentang Islam yang membicarkan cinta, sedangkan filmnya terkesan memaparkan kisah cinta dalam nuansa Islam.
Akhirnya……..
Sukses untuk film LP! Benar bahwa film itu membuat orang tertawa padahal tidak bermaksud melucu. Membuat orang menangis meski tidak bermaksud mendramatisir. Film LP tampil apa adanya. Terbayar sudah penantian masyarakat Indonesia akan film ini. Saya letakkan film Laskar Pelangi di urutan kedua setelah Cut Nya’ Dhien karya Eros Djarot darii film-film Indonesia yang sudah saya tonton. Terus berkarya Riri…………jaya film Indonesia.
Sepakat…
Lebai banget Novelnya..
Kalo Sang Pemimpi + Edensor, ane jamin gak bakal selebai Laskar Pelangi.
( gencatan Senjata…, sepakat..?? )
loethpie
ga sekarang ya!
masih sakit……
beberapa hari lagi mungkin?
Saya engga habis pikir ternyata keputusan sepihak itu menyakiti Anda.
Bukan hanya anda yang sakit gara-gara kehilangan, saya sempat (tidak terima) ketika Anda bilang sepakat waktu itu. Kehilangan seorang teman yang begitu (berarti), sungguh menghabiskan space otak saya.
( lebih lanjut jangan lewat Comment lah, engga enak dibaca orang…. )